Bidang Pemerintahan
Kedatangan Jepang di Indonesia merubah aspek dalam bidang pemerintahan sejak jaman kolonial Belanda. Guna memuluskan rencana Jepang untuk melebarkan pengaruh kekuasaanya di Indonesia, Jepang menerapakan sistem pemerintahan yang berbeda dengan Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, sistem pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu pemerintahan militer dan pemerintahan sipil.
A. Pemerintahan Militer
Mengganti sistem pemerintah kolonial Belanda, Jepang menerapkan pemerintahan militer yaitu membagi wilayah kekuasanya menjadi tiga bagian wilayah, yaitu :
- Tentara XVI (Rikugun/Angkatan Darat) memerintah atas wilayah Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta.
- Tentara XXV (Rikugun/Angkatan Darat) memerintah atas wilayah Sumatra yang berpusat di Bukittinggi.
- Armada Selatan II (Kaigun/Angkatan Laut) memerintah atas wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua berpusat di Makassar. Pemerintahan pada wilayah masing-masing tersebut dipimpin oleh kepala staf tentara/armada dengan gelar gunseikan (kepala pemerintahan militer) dan staf pemerintahan militer disebut gunseikanbu.
B. Pemerintahan Sipil
Strukur Pemerintahan Sipil
Pada bulan Agustus 1942, pemerintahan militer berusaha meningkatkan sistem pemerintahan, antara lain dengan mengeluarkan UU No. 27 tentang aturan pemerintahan daerah dan dimantapkan dengan UU No. 28 tentang pemerintahan shu serta tokubetsushi.
Dengan UU tersebut, pemerintahan akan dilengkapi dengan pemerintahan sipil. Menurut UU No. 28 ini, pemerintahan daerah yang tertinggi adalah shu (karesidenan).
Seluruh Pulau Jawa dan Madura, kecuali Kochi Yogyakarta dan Kochi Surakarta, dibagi menjadi daerah-daerah shu (karesidenan), shi (kotapraja), ken (kabupaten), gun (kawedanan), son (kecamatan), dan ku (desa/kelurahan).
Dewan Pertimbangan Pusat (Chuo Sangi-in)
Pendudukan militer Jepang di Indonesia pada tahun 1942 bersamaan perang melawan sekutu, sehingga tidak memungkinkan Jepang untuk mendirikan sistem perwakilan rakyat di Indonesia. Pemerintahan militer Jepang hanya mendirikan ”Dewan Pertimbangan Pusat (Chuo Sangi-in)”.
Dewan ini hanya bertugas memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pemerintah militer Jepang, serta mengajukan pendapat yang tidak ada akibatnya bila tidak dilaksanakan oleh pemerintah militer Jepang.
Keanggotaan Chuo Sangi-in terdiri dari para anggota Chuo Sangi-in dan sekretariat Chuo Sangi-in atau disebut Zimukyoku, yang diangkat oleh Saiko Shikikan. Anggota Chuo Sangi-in terdiri dari 23 orang, 21 orang diantaranya berasal dari golongan Nasionalis yakni Ir.Sukarno, Drs.Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dll.
Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan kaum Nasionalis lebih mendapat perhatian khusus oleh pemerintah militer Jepang, daripada kedudukan mereka dalam Volksraad (Dewan rakyat) pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Adapun fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh pemerintah Jepang terhadap anggota Chuo Sangi-in adalah berupa uang jabatan, uang jalan, dan uang saku.
Referensi
Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial/Ririn Darini, Wahjudi Djaja, Ringo Rahata, Mulyadi; Editor, Endar Wismulyani, Mutiara Shifa Fauziah.-Klaten: PT Cempaka Putih, 2014.
AFIF YUFRIL
BalasHapusXI IPS 4
01
HADIR PAK
Fajri Samsul Aziz
BalasHapusXI IPS 1
9
Hadir